Pengkhotbah 4:1-16
“Aku melihat lagi kesia-siaan di bawah matahari: ada seorang sendirian, ia tidak mempunyai anak laki-laki atau saudara laki-laki, dan tidak henti-hentinya ia berlelah-lelah, matanya pun tidak puas dengan kekayaan; — untuk siapa aku berlelah-lelah dan menolak kesenangan? — Ini pun kesia-siaan dan hal yang menyusahkan.” (ayat 7-8)
Popularitas merupakan sesuatu yang didambakan oleh manusia. Banyak orang berani membayar harga mahal untuk memperoleh ketenaran. Mereka percaya bahwa ketenaran dapat membawa banyak keuntungan. Sebaliknya, Pengkhotbah mengetahui popularitas merupakan hal yang fana dan tidak akan bertahan lama.
Pengkhotbah melihat “lebih baik seorang muda miskin tetapi berhikmat daripada seorang raja tua tetapi bodoh, yang tak mau diberi peringatan lagi” (ayat 13). Dalam dunia kuno, kekuasaan dan kematangan umur jauh lebih berharga daripada kemiskinan dan kemudaan. Pengkhotbah membalikkan pemahaman tersebut dengan mengatakan lebih baik orang muda miskin tetapi berhikmat. Pernyataan Pengkhotbah menunjukkan penghargaan tinggi terhadap hikmat. Tidak ada gunanya usia lanjut dan kekuasaan jika orang tidak lagi memiliki hikmat untuk menerima teguran (Ams. 26:12).
Ternyata, orang muda yang miskin, yang bahkan pernah dipenjarakan, kemudian karena hikmatnya, dapat menjadi raja (ayat 14). Rakyat yang sudah jenuh dengan raja tua dan bodoh akan senang mendapatkan seorang raja yang berhikmat. Ia begitu populer dan semua orang yang hidup di bawah matahari berjalan bersama-sama dengan orang muda tersebut (ayat 15).
Pada awalnya, tak habis-habisnya rakyat yang senang dengan orang muda yang menjadi raja karena hikmatnya, namun pada akhirnya ia tidak disukai oleh orang yang datang kemudian (ayat 16). Menurut Pengkhotbah, hal ini merupakan “kesia-siaan dan usaha menjaring angin, ” yaitu sesuatu yang fana dan tidak dapat dipertahankan.
Orang yang mengejar arti dan nilai hidup pada popularitas pada akhirnya pasti putus asa. Sebab, popularitas adalah sesuatu yang rapuh, fana, dan tidak tahan lama. Marilah mencari tujuan hidup yang berarti, yaitu menjalani panggilan Tuhan dalam hidup kita. Karena itu, manusia yang hidupnya dikuasai oleh popularitas tidak abadi. Sedangkan manusia yang mencari perkenanan Tuhan, selama hidupnya akan mendapat penyertaan-Nya. Sebab, ia hidup dengan cara yang dikehendaki Tuhan.
Amin, Tuhan Yesus memberkati